Senin, 29 Oktober 2012

Ilmu Sosial Dasar (Lokal)

Sosialisasi Pengembangan Kota Hijau di Kota Solo
          Pemanasan global merupakan masalah terbesar yang dirasakan oleh masyarakat di seluruh permukaan bumi. Bencana demi bencana yang diakibatkan pemanasan global mengharuskan manusia untuk bersikap bijak terhadap bumi. Inovasi dan aksi nyata dalam rangka mewujudkan bumi yang lebih hijau menjadi tren (go green campaign) bagi generasi muda baik di lingkungan perkotaan maupun di pedesaan. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa generasi muda pada saat ini jauh memberikan dampak yang positif terhadap bumi (menjadi lebih hijau).
          Aktivitas hijau (peduli lingkungan) yang sudah menyebar di beberapa kota besar di Indonesia dapat merubah mindset anak muda untuk ikut berperan dalam melestarikan lingkungan. Kenapa harus anak muda? Karena anak muda mempunyai semangat dan idealisme yang sangat tinggi. Tidak hanya itu, anak muda juga dapat melakukan perubahan di lingkungan sekitarnya. Lalu apakah aktivitas hijau yang sudah dilakukan anak muda dapat menciptakan sebuah kota yang benar-benar hijau (berwawasan lingkungan)?
          Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang Perwujudan meluncurkan sebuah inovasi Program Pengembangan Kota Hijau atau disebut juga dengan P2KH. Program ini menjadi jawaban dari aktivitas hijau yang sudah dilakukan oleh masyarakat khususnya generasi muda. Kepedulian masyarakat dalam membangun sebuah Kota Hijau cukup baik dan perlu difasilitasi atau didukung secara langsung oleh pemerintah. Perlu kita ketahui bersama bahwa program yang dimiliki pemerintah tidak akan berjalan jika tidak ada inovasi dan kreativitas dari masyarakat. Masyarakat mempunyai strategi yang lebih tepat dan dapat menciptakan program tersebut menjadi berkelanjutan.
         Pergerakan aktivitas peduli lingkungan sudah cukup luas dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia khususnya di Kota Solo. Kota Solo pada saat ini mempunyai forum yang dapat memberikan akses komunikasi bersama dalam melakukan aktivitas hijau, yaitu Forum Solo Hijau. Forum Solo Hijau menjadi cikal bakal seluruh elemen masyarakat Solo dalam mewujudkan visi Solo Eco Cultural City. Sesuai dengan salah satu tujuan program P2KH yaitu setiap kota diharapkan mempunyai Gerakan Hijau Perkotaan (Urban Greening Movement) berupa Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum).
         Berbeda dengan forum hijau di kota lain, kami dari beberapa penggiat hijau Solo yang tergabung dalam Forum Solo Hijau mempunyai keinginan bersama untuk memberikan edukasi lingkungan kepada masyarakat Kota Solo. Kami ingin memberikan aksi nyata secara langsung. Tidak baik jika Forum Solo Hijau hanya melakukan diskusi tentang kegiatan lingkungan di Kota Solo. Dengan beberapa aksi hijau yang dilakukan, nantinya masyarakat Solo dapat ikut bergabung dan melakukannya secara berkelanjutan.
         Beberapa aksi hijau yang sudah kami lakukan yaitu : Solo Green Mart (Pra Deklarasi Indonesia Berkebun 2011), Earth Hour 2012, bersih-bersih kolam segaran, Taman Sriwedari (memperingati hari lingkungan hidup 2012), memberikan tanaman di salah satu shelter BST  (Deklarasi Forum Solo Hijau), dan aksi bersih-bersih car free day Kota Solo (memperingati ulang tahun Media Solo Pos yang ke-15). Beberapa aksi tersebut kami lakukan secara sukarela dan kami ingin memberikan insipirasi baru untuk masyarakat Solo dalam mengenal kegiatan peduli lingkungan.
          Kami mempunyai rencana ke depan untuk terus melakukan aksi hijau. Aksi hijau yang dilakukan bersama masyarakat ditepatkan pada hari-hari peduli lingkungan seperti : minggu bersih-bersih dunia (18-20 September), hari daur ulang (15 November), hari aksi global untuk perubahan iklim (12 Desember), dan lain-lain. Pada hari tersebut rekan-rekan Forum Solo Hijau bersama masyarakat yang lain melakukan aksi hijau bersama. Aksi hijau yang dapat dilakukan diantaranya : bersepeda bersama, budaya hemat listrik, membuang sampah pada tempatnya, dan berkebun di sekolah/rumah. Hal ini terbukti bahwa perwujudan visi Solo Eco Cultural City adalah keinginan bersama (seluruh elemen masyarakat) bukan hanya pemerintah atau pihak swasta saja.
          Aksi hijau yang diharapkan dapat mewujudkan sebuah Kota Hijau tidak dapat lahir secara instan, dibutuhkan tahapan-tahapan yang diawali dengan sosialisasi untuk menumbuhkan kepedulian, dilanjutkan dengan mobilisasi melalui pembentukan forum komunitas hijau (Forum Solo Hijau). Setelah terbentuk Forum Solo Hijau yang terorganisir maka perlu diambil langkah-langkah persuasif antara lain melalui insentif program oleh antar anggota Forum Solo Hijau. Salah satu contoh insentif program yang akan dilakukan oleh manajemen Forum Solo Hijau yaitu dengan mengadakan workshop peta hijau, banyaknya pertemuan sebanyak 3-5 kali (diskusi dan pengambilan data di lapangan). Pada tahap akhir lahirlah aksi-aksi (contoh : menghimpun informasi hijau Kota Solo) yang mendukung perwujudan Solo Kota Hijau.
Langkah-langkah dalam Mewujudkan Solo Kota Hijau 
            Aksi hijau dilakukan secara berkala dengan lingkup aksi dari tahap yang lebih rendah/kecil sampai mengambil lingkup yang lebih tinggi/besar. Kami tidak ingin mencapai hasil secara instan, sebuah proses dapat kita lalui bersama dalam mewujudkan visi Solo Eco Cultural City. Semua aktivitas yang kami lakukan tidak sekedar untuk mengejar sebuah penghargaan, melainkan untuk solidaritas sosial, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan kinerja antar stakeholder dalam mewujudkan visi Solo Eco Cultural City.
            Seluruh aktivitas hijau termasuk aksi hijau yang dilakukan Forum Solo Hijau akan disosialisasikan lewat media cetak, media elektronik, facebook page, twitter, dan halaman website/blog Forum Solo Hijau. Diawali dengan intensif program lalu dilakukannya aksi-aksi dalam rangka melestarikan lingkungan hidup sehingga akan tercipta lingkungan Kota Solo yang bersih, sehat, hijau, teduh, nyaman dan tetap berbudaya. Kami percaya Forum Solo Hijau dapat memberikan persepi baru bagi masyarakat untuk melakukan perubahan lingkungan secara nyata, Semangat Hijau!
 

Ilmu Sosial Dasar (Regional)

Sistem Perlindungan Sosial di Asean
           Perlindungan Sosial adalah seperangkat kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien, pengurangan resiko-resiko kehidupan yang senantiasa mengancam manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya atau hilangnya pendapatan.
           ASEAN yang beranggotakan sepuluh negara (Brunei Darussalam, Cambodia, Laos, Myanmar, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Viet Nam) memiliki karakteristik yang beragam, dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, latar belakang ekonomi, budaya, maupun politiknya. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduknya, misalnya, ASEAN terdiri dari negara besar dan padat penduduk (Indonesia) hingga negara mini (Singapura). Secara ekonomi, ASEAN terentang dari negara kaya (Brunei Darussalam dan Singapura) hingga negara miskin (Camboja, Laos dan Myanmar).Akibatnya, kemampuan dan pengalaman negara-negara tersebut dalam menegakkan dan mengembangkan perlindungan sosial sangat beragam.
            Secara umum, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini telah mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi saja ternyata tidak mampu menjamin keberlanjutan penurunan kemiskinan. Kelompok-kelompok masyarakat baru yang rentan, seperti penganggur, pekerja migran, dan pekerja anak kini cenderung meningkat jumlahnya, terutama paska badai krisis Asia yang menerpa kawasan ini pada tahun 1997. Rendahnya investasi negara untuk jaminan sosial, misalnya, telah memperlemah ketahanan negara-negara di kawasan ini dalam menghadapi guncangan tiba-tiba yang ditimbulkan krisis ekonomi.
2. Jenis Perlindungan Sosial di Asean
    Kebijakan dan program perlindungan sosial, khususnya untuk konteks negara-negara di kawasan ASEAN, mencakup lima jenis.
1.          Pertama, kebijakan pasar kerja (labour market policies) yang dirancang untuk     memfasilitasi     pekerjaan dan mempromosikan beroperasinya hukum penawaran dan permintaan kerja secara efisien. Sasaran utama skema ini adalah populasi angkatan kerja baik yang bekerja di sektor formal maupun informal, para penganggur, maupun setengah menganggur. Kebijakan ini umumnya terdiri dari kebijakan pasar kerja aktif dan pasif.
·   Kebijakan pasar kerja aktif mencakup penciptaan kesempatan kerja, peningkatan kapasitas SDM, mediasi antara pemberi dan pencari kerja.
·      Kebijakan pasar kerja pasif meliputi perbaikan sistem pendidikan, penetapan standar upah minimum, pembayaran pesangon bagi yang terkena PHK, keamanan dan keselamatan kerja.
2.         Kedua, bantuan sosial (social assistance), yakni program jaminan sosial (social security) yang berbentuk tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan yang umumnya diberikan  kepada populasi paling rentan yang tidak memiliki penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Skema ini umumnya diberikan kepada orang berdasarkan “test kemiskinan” tanpa memperhatikan kontribusi sebelumnya, seperti membayar pajak atau premi asuransi.
Keluarga miskin, penganggur, anak-anak, penyandang cacat, lanjut usia, orang dengan kecacatan fisik dan mental, kaum minoritas, yatim-piatu, kepala keluarga tunggal, pengungsi, dan korban konflik sosial adalah beberapa contoh kelompok sasaran bantuan sosial. Pelayanan sosial, subsidi tunai atau barang seperti Subsidi Langsung Tunai (SLT), kupon makanan (food stamp), subsidi temporer seperti tunjangan perumahan, ‘beras miskin’ (Raskin) dapat dikategorikan sebagai bantuan sosial.
3.         Ketiga, asuransi sosial (social insurance), yaitu skema jaminan sosial yang hanya diberikan kepada para peserta sesuai dengan kontribusinya berupa premi atau tabungan yang dibayarkannya. Asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, asuransi kecelakaan kerja, asuransi kecacatan, asuransi hari tua, pensiun dan kematian adalah beberapa bentuk asuransi sosial yang banyak diterapkan di banyak negara.
4.         Keempat, jaring pengaman sosial berbasis masyarakat (community-based social safety nets). Dikenal dengan istilah ‘skema mikro dan berbasis wilayah’ (micro and area-based schemes), perlindungan sosial ini diarahkan untuk mengatasi kerentanan pada tingkat komunitas. Di Indonesia, misalnya, sejak berabad-abad lalu, masyarakatnya sudah kaya dengan budaya dan inisiatif lokal dalam merespon masalah dan kebutuhan rakyat kecil. Di perdesaan dan perkotaan, terdapat kelompok arisan, raksa desa, beas perelek, siskamling, kelompok pengajian, kelompok dana kematian yang secara swadaya, partisipatif, egaliter menyelenggarakan pelayanan sosial. Depsos menyebut sistem perlindungan sosial lokal ini dengan istilah Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM). Asuransi mikro seperti halnya ASKESOS (Asuransi Kesejahteraan Sosial)  yang dikembangkan Depsos, asuransi pertanian,  dan dana sosial (social funds)  juga dapat dimasukan dalam kategori jaring pengaman sosial berbasis masyarakat.
5.         Kelima, perlindungan anak (child protection). Selain struktur penduduk ASEAN berusia muda, persoalan sosial yang menimpa anak-anak juga semakin serius di kawasan ini. Kasus-kasus seperti penelantaran anak (child neglect), pekerja anak (child labour), perlakuan salah terhadap anak (child abuse) dan anak jalanan (street children) cenderung meningkat. Perlindungan anak ditujukan untuk menjamin perkembangan kualitas angkatan kerja dimasa depan yang sehat dan produktif. Program perlindungan anak mencakup pendidikan anak usia dini, beasiswa, pemberian makanan sehat di sekolah, perbaikan gizi dan imunisasi anak, dan tunjangan keluarga.
Apabila kelima elemen di atas diterapkan secara tepat, perlindungan sosial dapat memberikan kontribusi yang penting dalam penanggulangan kemiskinan. Sebagai bagian integral dari pembangunan kesejahteraan sosial, perlindungan sosial dapat membantu masyarakat dalam mematahkan lingkaran kemiskinan, karena mampu meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, investasi modal manusia, produktivitas, dan mengurangi kerentanan anggota masyarakat terhadap berbagai resiko.
3.    Faktor Penyebab Kurang Efektifnya Penanganan SPS di ASEAN
Sebagian besar negara ASEAN telah memiliki beberapa bentuk sistem perlindungan sosial yang melembaga. Tetapi, kebijakan dan program perlindungan sosial masih dipandang kurang efektif dalam mengatasi problema kemiskinan. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
  Pertama, terbatasnya cakupan, yakni hanya mencakup sebagian kecil penduduk yang ‘kaya dan umumnya bekerja di sektor formal.
  Kedua, terbatasnya dana dan distribusinya kedalam program-program perlindungan sosial yang kurang tepat.
  Ketiga, lemahnya instrumen dan mekanisme implementasi karena seringkali hanya dikopi dari negara-negara maju yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas negara yang bersangkutan.
  Keempat, hambatan birokrasi seperti lemahnya perangkat dan penegakkan hukum, hambatan administrasi dan tidak transparansinya kepesertaan dan klaim. Masalah ini tidak jarang menghambat akses penduduk terhadap skema dan manfaat perlindungan sosial yang ditawarkan.
4    Penanganan Untuk Memperkuat SPS di ASEAN
Ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk memperkuat sistem perlindungan sosial di ASEAN.
Pertama, perlindungan sosial seharusnya sudah dirancang jauh sebelum sebuah krisis atau resiko menimpa penduduk sehingga mereka memiliki kesiapan yang cukup dalam menghadapi guncangan.
Kedua, masa kondisi ekonomi yang baik bisa dijadikan momentum untuk menghimpun dana yang cukup untuk menyiapkan dan merancang model dan mekanisme perlindungan sosial yang tepat.
Ketiga, negara-negara ASEAN dapat memilih berbagai skema perlindungan sosial sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain, baik di dalam maupun luar kawasan ASEAN, tergantung kepada populasi sasaran dan kapasitas administrasi negara yang bersangkutan.
Keempat, dalam memilih instrumen yang tepat, pemerintah di negara-negara ASEAN harus dapat menjamin bahwa skema tersebut mampu untuk :
    a)    Memberi perlindungan yang adekuat terhadap penduduk miskin yang paling rentan;
    b)     Mendorong pentargetan secara efisien;
    c)  Menghindari budaya ketergantungan pada penerima/peserta dengan membatasi besaran dan        durasi pertanggungan;
d)     Sejalan dengan kebijakan makro ekonomi dan insentif fiskal; dan
e) Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam desain program, implementasinya, serta penggunaan sumber-sumber pendanaan.

Ilmu Sosial Dasar (Nasional)

Permasalahan Sosial di Negeri Indonesia

              Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi       :  Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya         : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis        : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis     : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
            Di Indonesia sendiri terjadi banyak masalah social yang tidak kunjung terselesaikan, salah satunya adalah masalah kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.
Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.
            Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. 
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.
             Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Hal ini lah yang menjadi penyebab lambannya pengetasan kemiskinan di Indonesia.

Ilmu Sosial Dasar (internasional)

Sosial di Negara Mesir

               Gambaran kehidupan sosial budaya Mesir laksana bangunan tua yang terlihat seolah-olah sangat lelah dan payah, tiang-tiang bangunannya telah termakan usia perjalanan zaman yang sangat panjang, dan dinding-dinding tambal sulam perpaduan antara bahan peradaban lama dengan baru, serta atapnya berwarna keruh berdebu tebal. Dalam bangunan usang itu pernah generasi demi generasi silih berganti dengan beragam corak karakter dan identitasnya.
Sewaktu kekaisaran Romawi menduduki wilayah Mesir, penduduk Mesir masih menganut animisme. Sejarah menyatakan bahwa imperium Romawi tersebut melakukan penindasan dan pemerasan hasil bumi penduduk untuk kepentingan para penguasa di Romawi (Eropa Lama). Sampai ketika Islam datang dari jazirah Arab tahun 541 membebaskan Mesir dari penindasan dan pemerasan bangsa Romawi.
              Keadaan negeri sekarang meski harus menghadapi arus modernisasi, namun kehidupan agamis dengan sentral tempat Ibadah tetap banyak ditemui dimana-mana. Disamping itu kita juga akan menemukan kontradiksi yang dapat kita saksikan dalam aspek kehidupan rakyat Mesir, seperti budaya orang-orang kaya yang gemar kendaraan impor mutakhir. Sementara disisi lain masih ada saja orang miskin di kota yang mengendarai keledai. Mungkin kriteria negara berkembang Mesir ini antik, begitu ungkapan sebagian orang.
              Kebiasaan sehari-hari dimasyarakat juga unik. Terkesan perilaku budaya mereka yang beriman kepada Tuhan YME, saling mengungkapkan kasih sayang, hati yang mudah kasihan, lapang dada dan tidak pendendam. Tetapi disamping itu ada pula perilaku sebagian mereka yang banyak bicara, suka marah dan mencela, sikap puas, bangga dan memuja keadaan yang ada, sehingga muncul ungkapan seperti, Misr Ummud Dun-ya, Mirs Ahsan Fil 'Alam, dan lain sebagainya. Berbicara kriminalitas di Mesir, tampaknya masih lebih minim bila dibandingkan kota-kota besar dinegara laen.
               Bangsa Mesir merupakan bangsa yang memiliki cita dan citra ditengah problematika hidup yang menumpuk. Kegemaran minum Teh (syai) sambil menghisap Syisyah -semacam rokok khas Arab yang dihisap lewat pipa karet sepanjang sekita satu meter- adalah pemandangan umum yang banyak kita jumpai dikedai-kedai kopi. Di kedai tersebut tua muda melepaskan penatnya  atau mungkin bermalas-malasan sambil maen domino, dadu atau nonton TV. JIka ada suasana tegang dan teriakan tiba-tiba dari arah kedai kopi, jangan terkejut, itu artinya Zamalek sedang bertanding. Dua klub ini memang memiliki pendukung fanatik yang dikenal dengan sebutan Ahlawy (pendukung Ahly) dan zamalkawy (pendukung zamalek).
               Orang Mesir dikenal pula memiliki ikatan keluarga yang erat. "Bangsa ini punya kelebihan dalam menjaga hubungan keluarga yang kuat. Dengan kekuatan hubungan keluarga itu dapat membebaskan mereka dari kemelut hidup yang dihadapi.." demikian menurut seorang wartawan Jerman. Seorang wartawan CIna juga berkomentar, "Yang menjadi perhatian saya terhadap bangsa ini adalah sikap puas dan merasa cukup serta rasa bahagia, tapi bukan karena dampak materi, namun lebih ditunjukkan oleh sikap spirituil. Setiap hari saya menyaksikan seorang penjaga gedung (bawwab) yang tinggal didepan apartemen saya. Dia tinggal bersama isteri dan enam orang anaknya dilantai dasar yang hanya ada satu kamar mandi. Namun saya perhatikan penjaga itu tak pernah cemberut, malah suka bercanda dan tersenyum.."
               Pada dimensi lain, orang cacat tetap mendapat tempat yang layak dalam pergaulan sosial. Masyarakat sangat perhatian dan selalu membantu orang pincan, buta, atau pikun sekalipun. Kebiasaan ini berlaku diberbagai tempat, baik ketika di Bus, ruang kuliah dan sebagainya. Kaum wanita juga masih dihormati, walau pergeseran nilai-nilai sudah mulai tampak dikalangan pemuda akibat laju perkembangan zaman yang kurang memperhatikan erosi budaya.
               Di Mesir dipergunakan bahasa Arab sebagai bahasa nasional Bahasa Perancis, Inggeris juga dipakai setelah bahasa Arab. Di Mesir juga banyak buku baru yang terbit secara Intensif. Media massanya juga terbuka. Budaya beli buku adalah pemandangan umum yang terjadi disetiap awal tahun ketika pameran buku internasional (book fair) digelar dipusat kota Cairo. Kesempatan ini dimanfaatkan mahasiswa sebagai ajang beli kitab besar-besaran karena harga yang relatif lebih murah.

SERBA-SERBI MESIR.
- TIPS Menghadapi Orang Mesir: Dahului dengan basa basi yang pantas (mujamalah), dengan seringlah memuji seperlunya. Bisa juga dengan memancing bicara sekitar sepak bola.
- Cara berpakaian, terutama wanita Mesi, kalo dipedesaan cenderung lebih sopan. Sedangkan di kota besar bagaikan ada pertarungan mode antara kebarat-baratan dengan mode agamis (sopan).